Jumat, 19 Oktober 2012

untuk jakarta













Pada tahun 2012 ini Jakarta serasa semakin panas makin hari. Kemacetan dimana-mana. Polusi udara semakin membuat sesak. Sangat mengkhawatirkan kota Jakarta yang seharusnya menjadi kota panutan bagi kota – kota yang lain. Kota Jakarta memiliki luas 661.5 m2 dan dengan populasi 8.522.589 pada riset tahun 2010. Terlalu banyaknya polusi di jakarta membuat warganya memiliki tingkat kesehatan yang buruk, seperti infeksi saluran pernafasan yang bahkan pada beberapa kasus menyebabka kematian pada beberapa bayi.
 
                Kita sebagai generasi muda seharusnya bergerak dalam menuntaskan masalah ini. tidak cukup hanya dengan satu atau dua pohon.tidak hanya butuh taman suropati, taman ayodya, atau bahkan taman menteng tetapi kita membutuhkan sebuah kebun raya bogor di pusat kota Jakarta. Aneh? Tidak menurut saya. Ini hal yang sangat realistis dengan keadaan kota Jakarta saat ini. kurangnya lahan terbuka hijau membuat begitu banyaknya permasalahan yang terjadi, mulai dari permasalahan lingkungan hingga permasalahan kesehatan. Ini menjadi agenda penting kita sebagai generasi muda. Tidak ada salahnya memiliki kebunraya bogor di pusat Jakarta, bahkan salah satu kota di Amerika, Manhattan, memiliki taman serbaguna yang begitu luas di sekitaran pusat perkantoran. Gerakan sekecil apapun akan memberikan dampak yang sangat besar untuk suatu kemajuan yang positif.
 
                Memang dengan lahan terbuka hijau yang luas semua permasalahan tidak akan tuntas begitu saja. Kesadaran kita untuk memelihara lingkungan ini juga merupakan hal vital. Percuma memiliki taman bagus, hijau tetapi banyak sampah di sekitarnya. Percuma memiliki lahan terbuka yang luas tetapi sungai tetap menjadi tempat pembuangan akhir bagi warga bantaran kali.
                Langkah awal bagi pemerintah untuk memberikan informasi tentang sadar lingkungan kepada masyarakat muda sangatlah penting, dikarenakan merekalah yang nanti akan bereaksi akan informasi tersebut. memberikan fasilitas seperti tempat sampah yang cukup di sekitar tempat umum juga janganlah disepelekan oleh pemerintah dan warga sekitar pun juga diharuskan sadar akan ini.

resensi buku - Di Bawah Lentera Merah



Judul                : Di Bawah Lentera Merah : Riwayat Sarekat Islam Semarang, 1917 - 1920
Penulis             : Hok Gie Soe, Frants Fanon Foundation
Tahun terbit      : 1999
Penerbit           : yayasan bentang budaya, yogyakarta
Tebal               : 108 halaman





Sebuah pribahasa “janganlah menilai buku dari covernya” sangat pas sekali dengan buku ini. Awal mula melihat sampul buku ini terkesan hanya akan tentang komunis yang akan di paparkan di dalam buku ini. Dibawah lentera merah juga merupakan suatu judul buku yang terkesan begitu memiliki rasa fasis kiri yang begitu kental. Dibawah lentera merah merupakan buku yang ditulis oleh seorang aktifis yang begitu vocal pada masanya, Soe Hok Gie. Buku ini merupakan skripsi sarjana muda nya. Berisi tentang pergerakan organisasi Indonesia pada masa awal tahun 1900-an. Buku ini menceritakan perjalanan organisasi yang perduli terhadap rakyat yang bergerak pada awal tahun 1900-an. Sarekat Islam Semarang, organisasi pemuda Indonesia yang peduli terhadap kaum buruh dan petani. Semua perjalanan organisasi mulai dari awal bangkitnya hingga perjalanan para tokoh-tokoh berpengaruh pada masa nya. Isi dari buku  ini merupakan kumpulan berita-berita surat kabar serta wawancara langsung terhadap tokoh pergerakan yang masih hidup.
            Buku ini sangat menarik bagi saya, bacaan yang menarik untuk mahasiswa pada umumnya. Menelusuri sejarah organisasi di Indonesia pada masa itu. tidak begitu panjang, walaupun memiliki bahasa yang cukup rumit. Ada beberapa hal yang tidak begitu rinci di jelaskan pada buku ini. Banyak kata-kata di dalam buku ini yang sulit untuk di pahami, dan tidak ada penjelasannya kecuali catatan kaki tentang referensi tulisan buku tersebut. seharusnya penerbit melakukan tambahan – tambahan seperti penjelasan kata-kata yang agak sulit untuk di mengerti.

Sabtu, 06 Oktober 2012

3676 mdpl



Ranu kumbolo

Malam indah…
Seperti kami dan langit telah bersatu menjadi satu kesatuan yang tak terlepaskan..
Membawa diriku menemui semua yang kucintai
Terdekap kabutmu,
Terselimut malammu,
Kami merasa sangat dekat.
Senyum kami pada semua keindahanmu.
Ranukumbolo, nama indah di ujung timur
Kami akan merasakan sejuk pagimu, dan indah malammu.
Tunggu kami…

Mahameru
Di puncak itu kami berjuang,kami bermimpi.
Lelap sekali, sampai kami akan selamanya tertidur dalam mimpi itu.
Ketika fisik pada tapal batas…
Mental kami membangunkan kami dari mimpi yang tak pernah usai.
Kugapai puncakmu, kucumbu pasirmu.
Puncak yang kau buat, untuk kami…
Para pemimpi,

Melihat Semarang

Pada akhir abad ke-15 M ada seseorang ditempatkan oleh Kerajaan Demak, dikenal sebagai Pangeran Made Pandan (Sunan Pandanaran I), untuk menyebarkan agama Islam dari perbukitan Pragota. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.
Malam hari kereta melaju, pagi harinya kami tiba di stasiun poncol. Pagi hari di kota itu membuat kantuk saya hilang dan bersiap menyantap soto ayam di dekat stasiun. Merogoh kocek 6000 rupiah membuat saya kaget karna begitu murah biaya hidup disini, rasanya sih gak enak tapi menurut dia pantas untuk dicoba ketika turun dari kereta, hanyalah sedikit ritualnya ketika sampai disini. Melanjutkan dengan angkutan umum menuju semarang atas.
Wisata malam kami pilih dan yang gratis tentunya, bermodalkan satu motor teman kami. Bukit gombel merupakan sisi menarik buat saya, menikmati pemandangan kota semarang dari atas dengan disuguhi minuman hangat dan bercerita. Tepatnya tidak jauh dari universitas Diponegoro. Keesokan hari kami merencanakan untuk menuju “masjid agung Jawa Tengah “ yang katanya memiliki menara yang dapat berputar. Cukup membayar parkir kendaraan maka kami dapat memasuki wilayah masjid agung, sunggung masjid yang indah dan megah pada sore hari dengan payung-payung raksasa di halaman depannya. Di halamannya terdapat menara, tetapi tidak berputar pada saat itu.




Memang menara tersebut yang temanku maksud. Cukup membayar tidak lebih dari 5.000 rupiah untuk naik ke atas menara tersebut. di dalamnya terdapat restoran, tidak salah untuk mencoba beberapa menu disini dan harganya, harga pelancong!. Sungguh bagus sekali pemandangan dari atas menara pada malam hari, masjid agung malam itu mengeluarkan keindahannya, kota semarang menampakan cahayanya.




Makin malam kami menuju kota lama, seperti kota tua di Jakarta. Terdapat bangunan-bangunan tua yang sedikit menyeramkan dengan arsitektur bangunan Belanda, memiliki pandangan yang bagus sebagai objek fotografi. daerah ini sangat sepi pada malam hari, saya sedikit berhati-hati didaerah ini akan tindak kejahatan tetapi sepertinya orang2 disekitar sini sangatlah ramah-ramah. mungkin pada siang hari akan banyak turis lokal maupun mancanegara mengunjungi objek wisata ini.





Tak habis disini perjalanan kami. Esok hari kami mempersiapkan diri menuju “bandungan”, yang kalo saya sebut di Jakarta adalah puncak tapi ini adalah puncaknya semarang. Jalan berkelok menggunakan kendaraan beroda dua. Cukup jauh perjalanan kesana sekitar kurang lebih 2 jam. Melewati daerah industri yang cukup macet. Sampai disana hari menjelang gelap, kami pun tidak dikecewakan dengan pemandangan yang ada disana. Terdapat kegiatan outbond juga yang dapat dilakukan. Disini buka hingga jam lima sore. Selain itu terdapat beberapa penginapan disini. Hal yang kurang dari wisata ini hanyalah akses jalan menuju tempat ini kurang baik diluar itu semua cukup baik menurut saya untuk dinikmati dan tanpa adanya tiket masuk untuk menikmati keindahan disini. Satu hal yang menarik dari kota ini adalah begitu banyaknya tempat karaoke dipinggir jalan yang membuat tanda tanya bagi saya, selain itu betapa murahnya harga makanan di kota ini, sungguh kota yang nyaman, sejuk dan aman menurut saya.



thanks for:
http://id.wikipedia.org/wiki/Semarang