Industri VSAT Di Indonesia, Dan Peranan CSM Saat Ini
Dan Di Masa Depan
PT Citra Sari Makmur, atau "CSM", memulai pengoperasian VSAT pada tahun
1989, yang kemudian berkembang menjadi operator VSAT pertama di
Indonesia.
Pada mulanya VSAT terutama ditujukan kepada pasar perusahaan
(korporasi) di Indonesia: yakni badan-badan hukum yang beroperasi secara
nasional dan membutuhkan komunikasi data on-line untuk
transaksi-transaksi keuangannya, online integrated data base dan juga
dalam konsolidasi laporan.
CSM dibangun dan dipimpin oleh seorang
pengusaha Indonesia yang memiliki visi ke depan, Bapak Subagio
Wirjoatmodjo, yang sekarang ini juga aktif sebagai anggota Dewan
Pengurus Harian MASTEL (Masyarakat Telematika Indonesia, the Indonesian
Infocom Society).
Saat ini CSM merupakan pelaku pasar yang menguasai 64% pangsa
pasar di antara operator VSAT lainnya, serta memiliki 34% dari
keseluruhan populasi VSAT di Indonesia. Hal ini menurut laporan yang
diterbitkan oleh Comsys, konsultan penelitian dari London, Inggris. CSM
adalah salah satu dari lima pemain besar di kawasan Asia Pasifik, dan
untuk salah satu produknya, yakni SCPC, menjadi pemimpin pasar di
kawasan Asia Pasifik.
Teknologi.
Teknologi yang paling sering dipergunakan
adalah VSAT TDM/TDMA yang memungkinkan operator bisa membagi penggunaan
transponder secara bersama antara para pelanggan yang masing-masing
memiliki persyaratan sendiri-sendiri dalam hal response time (waktu
tanggap) dan traffic pattern (pola lalu-lintas). Walaupun penggunaan
teknologi ini ternyata membuat waktu tanggapnya lebih lama (meski masih
dapat diterima), biaya bulanannya ternyata sangat menarik dan membuat
produk ini diterima secara luas di kalangan industri perbankan dan
perusahaan distribusi.
Meskipun VSAT TDM/TDMA telah membuktikan
keandalannya dalam menyediakan produk dengan kinerja terbaik dengan
ongkos terendah, beberapa dari pelanggan yang sadar akan kualitas
ternyata lebih menyukai hubungan SCPC (Single Carrier Per Channel) untuk
kebutuhan komunikasi mereka. Oleh sebab itulah CSM kemudian menyediakan
dan mengembangkan jenis jasa ini. Pada saat ini terbukti bahwa jenis
jasa ini menciptakan pendapatan lebih besar daripada teknologi TDM/TDMA.
Para pengguna jasa ini biasanya datang dari kalangan industri
perminyakan, pertambangan, dan perkayuan.
Ketika muncul konsep bandwith on demand
(lebar pita berdasarkan permintaan), beberapa penjual menawarkan DAMA
(Demand Assigned Multi Access). Keuntungan utama yang ditawarkan oleh
DAMA adalah penggunaan pita yang efisien melalui pengelolaan alokasi
lebar pita bagi para pengguna dengan aplikasi yang berbeda dan waktu
yang berbeda-beda pula. CSM selanjutnya juga menyediakan produk ini.
Tetapi berlawanan dengan perhitungan teoretisnya, ternyata produk ini
tidak diminati karena waktu kegiatan dari para pengguna ternyata
memiliki pola yang mirip satu dengan lainnya. Lebih buruk lagi,
kuallitas produk ini lebih rendah bila dibandingkan dengan SCPC.
Untuk menyediakan berbagai jasa, CSM
mengiku-sertakan berbagai pihak, di antaranya Scientific Atlanta, Hughes
Network Systems, Gilat, Commstream, Agilis, Codan, Prodelin, serta tak
terhitung banyaknya pemasok alat-alat pendukung.
Industri VSAT di Indonesia.
Saat CSM tengah berkembang, beberapa operator lainnya juga
memasuki pasar VSAT karena tertarik dengan prospek yang menjanjikan di
sektor telekomunikasi ini. Operator kedua yang muncul adalah Lintasarta
yang memfokuskan diri untuk melayani perbankan dan institusi keuangan
lainnya. Beberapa bank besar kemudian menggelar jaringan VSAT
masing-masing. Pada saat itu, agar secara ekonomis menarik, jumlah
minimum VSAT remote diperkirakan sekitar 200. Saat ini sudah lebih dari
lima-belas izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia kepada
perusahaan-perusahaan yang menjalankan usaha jasa VSAT ini. Beberapa
perusahaan itu di antaranya adalah Primakom, Patrakom, Sanatel, Tangara,
Lintasarta, dan tentu saja CSM.
Kasus Pelanggan Korporasi.
Pelanggan utama dari VSAT adalah institusi
keuangan, distributor, perusahaan sektor perminyakan dan pertambangan,
serta perkayuan. Lebih dari 70% pengguna VSAT datang dari kalangan
perbankan dan institusi keuangan.
Ketika jasa VSAT diperkenalkan pada tahun
1989, keadaan saluran tembaga saluran telepon yang disewakan sangatlah
menyedihkan, baik dalam hal ketersediaan, kehandalan serta kapasitasnya.
Ketika deregulasi perbankan mulai berlaku pada awal 1990-an, kebutuhan
untuk membuka cabang-cabang yang terhubung on-line dan lokasi ATM
meningkat dengan sangat tajam, sehingga mengisi daftar tunggu dari
saluran yang disewakan di setiap kantor telepon PT Telkom. Menggunakan
VSAT adalah menjadi satu-satunya solusi yang tersedia dan cepat untuk
menjawab tantangan tersebut. Transaksi on-line menjadi cara baru untuk
bersaing antar bank. Beberapa bank besar segera menggelar jaringan VSAT
mereka sendiri beberapa tahun kemudian.
Di sektor distribusi, kawasan kepulauan
seperti Indonesia menimbulkan dua permasalahan: transportasi dan
pemeliharaan inventaris. Transportasi di Indonesia bisa memakan waktu
berhari-hari, bahkan berminggu-minggu untuk daerah-daerah terpencil.
Demi menjamin tingkat penyediaan jasa yang memadai, inventaris haruslah
dipertahankan pada tingkat yang memadadi. Seandainya seluruh status
inventaris dapat dipantau, maka inventaris nasional dapat dikelola
sebagai suatu kesatuan dengan lebih efisien. Selain itu, kecepatan
layanan kepada para pelanggan juga dapat lebih terjamin dan terprediksi.
Perusahaan-perusahaan distributor yang menjadi pelanggan CSM mengakui
bahwa jasa-jasa VSAT memberikan sumbangan yang besar dalam proses usaha
mereka.
Apabila lembaga-lembaga keuangan serta
perusahaan-perusahaan distribusi menggunakan VSAT untuk transaksi real
on-line, maka industri perkayuan justru lebih menyukai jasa VSAT untuk
mengirimkan laporan berupa batch. Laporan-laporan tersebut digunakan
untuk mengontrol transportasi kayu dari hutan ke tempat-tempat tujuan,
seperti tempat penggergajian kayu, pabrik plywood, dan sebagainya. Hal
ini diperlukan untuk memenuhi peraturan pemerintah serta demi mencegah
penebangan kayu ilegal.
SCPC VSAT untuk Internet .
Pada pertengahan tahun 1990-an, sesuai perkembangan dunia di
bidang Internet, ISP (Internet Service Provider, atau penyedia jasa
Internet) mulai menjamur di Indonesia. ISP-ISP tersebut membuka POP
mereka dimana-mana. Kurangnya ketersediaan hubungan tulang-punggung
antar kota (backbone), selain kurang andalnya serta mahalnya backbone
itu, menjadikan SCPC sebagai produk kesayangan para operator penyedia
jasa Internet. Hampir semua penyedia jasa Internet menggunakan jasa-jasa
CSM untuk menyalurkan lalu lintas Internet antar-kota. Sayangnya
momentum ini tidak bisa bertahan. Rendahnya tingkat penetrasi pengguna
Internet dan PC (komputer pribadi) dan tingginya biaya penggunaan pita
frekuensi ke Amerika Serikat membuat para penyedia jasa Internet merugi.
Hal ini mengakibatkan bertumpuknya surat-surat piutang yang tidak dapat
dilunasi, yang akhirnya menjadi beban untuk CSM. Para penyedia Internet
ini selanjutnya pindah ke solusi frame relay melalui jaringan
teresterial yang menyediakan harga yang lebih murah serta delay time
(waktu tunda) yang lebih singkat. Namun demikian, tetap tidak dapat
dibayangkan perkembangan Internet di Indonesia saat ini tanpa adanya
sumbangan awal dari CSM.
TDMA VSAT untuk Teleponi Pedesaan.
VSAT untuk teleponi pedesaan dimulai pada
tahun 1996. Saat itu Divre VII (Divisi Regional VII) PT Telkom untuk
Indonesia Timur sedang mencari solusi untuk mencapai target Universal
Service Obligation (Kewajiban Penyediaan Jasa Universal) wilayah mereka.
Kawasan Timur memiliki banyak gugusan kepulauan, berpenduduk sedikit
dan tidak memiliki jaringan tulang punggung seperti kawasan Indonesia
Barat. VSAT dipilih karena waktu instalasinya yang cepat dan tidak
perlunya membangun jaringan backbone terlebih dahulu. Perangkat lunak
penagihan selanjutnya dapat dibuat untuk menyesuaikan diri terhadap
peraturan tarif yang berlaku. Call Data Record (Catatan Data Panggilan)
yang berasal dari jaringan VSAT dapat dibaca oleh Pusat Pemrosesan Data
PT Telkom (PT Telkom Data Processing Center) sama seperti CDR baku.
VSAT di tempat terpencil lalu digunakan
sebagai warung telekomunikasi yang menggunakan meter penghitung
percakapan. Orang dapat menggunakan telepon dengan harga standar bagi
setiap penggunaan telepon yang normal. Para operator di warung
telekomunikasi memperoleh keuntungannya dari tarif diskon yang diberikan
oleh Telkom. Melihat bahwa model proyek ini berjalan dengan baik dan
menghasilkan keuntungan, maka teknologi dan skema usaha yang sama
diadopsi oleh Telkom Divre VI yang membawahi pulau Kalimantan yang
memang sangat luas itu. Pada saat ini terdapat lebih dari 500 VSAT yang
dipasang di kedua kawasan ini. Kalau saja krisis ekonomi tidak melanda
Asia, dan Indonesia pada khususnya, bukan tidak mungkin saat ini akan
terdapat lebih banyak VSAT. Saat terjadinya krisis ekonomi, beberapa
proyek VSAT (dengan rencana ribuan VSAT) sedang dalam proses negosiasi
dengan Telkom.
Kemampuan Internet.
Keuntungan lainnya dari VSAT TDMA bila
dibandingkan dengan solusi pedesaan lainnya adalah kemampuannya dalam
menyalurkan lalu-lintas Internet. VSAT dengan pita lebar dapat
menawarkan 40Mbps (40 mega byte per detik) bagi penyaluran data digital.
Dengan menggunakan teknologi spoofing TCP dan akselerator TCP, masalah
kelambatan transmisi (transmission delay) dapat diperkecil.
Menyediakan Internet di daerah pedesaan dapat
merupakan peran yang penting dalam kerangka upaya memperkecil Digital
Divide (Kesenjangan Digital). World Summit on the Information Society
(WSIS-Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Masyarakat Informasi) telah
menetapkan sasaran bahwa di tahun 2015, separuh dari populasi dunia
harus telah memiliki akses ke Internet. Bagi Indonesia yang saat ini
baru memiliki angka 3,4% keterhubungan dengan Internet bagi keseluruhan
penduduknya, usaha habis-habisan harus dilakukan. Penyediaan akses
Internet ke daerah pedesaan akan bermanfaat. Selain membuat orang tidak
lagi terisolasi, penyediaan akses Internet juga dapat membantu dalam
proses pembelajaran dan pendidikan. Suatu program pendidikan dapat
ditayangkan bersamaan waktu di sejumlah besar ruangan kelas di
desa-desa, sehingga menjamin agar semua sekolah memiliki sumber
pendidikan yang mirip satu sama lainnya. Diskusi-diskusi interaktif juga
dapat diselenggarakan melalui aplikasi browser, atau bahkan penggunaan
saluran telepon yang memakai terminal VSAT.
Seandainya setiap kampung memiliki dan
memasang VSAT-nya masing-masing, maka kebutuhan temporer dan keperluan
dalam keadaan darurat, misalnya dalam rangka penanganan bencana alam,
untuk keperluan pemilihan umum, akan dapat dilayani dengan cara yang
lebih terencana.
Perkiraan Masa Depan.
Penggunaan saluran teresterial (dengan kabel
tembaga) dilakukan sepenuhnya oleh Telkom yang sering disebut sebagai
incumbent telephony operator (POTS operator). Jumlah dari saluran
pelanggan tembaga ini kurang dari 10 juta dan terpusat di kota-kota
besar, serta tidak melayani sekitar 80,000 desa di keseluruhan 17,000
pulau di Indonesia. Dalam paradigma baru, jaringan data dengan pita
lebar/packet switched network akan menggantikan jaringan telepon yang
sudah ada, yang menggunakan teknologi circuit switched network. Dalam
hal ini, maka PT. TELKOM juga menggelar VPN/MPLS, serta jaringan xDSL di
semua kapubaten (yang berjumlah sekitar 400-500 kabupaten) di
Indonesia. Namun demikian, saat ini jaringan mereka hanya melayani
sekitar 200 POPs. Sasaran USO Pemerintah harus mampu melayani desa-desa
yang tak terjangkau, sementara industri "distribusi" serta industri
perbankan (retail banking) mengharuskan perkembangan yang cepat, yakni
yang setidaknya meliputi 5,000 kecamatan.
Jalan keluar yang terbaik bagi daerah
pedesaan di Indonesia dalam kerangka paradigma baru ini, serta
konvergensi jasa teleponi dengan jasa akses Internet, tetaplah dengan
penggunaan terminal-terminal VSAT. Permintaan akan terminal VSAT, dengan
demikian, saat ini tetap marak.
Pada beberapa kasus, VSAT memiliki kinerja
yang lebih baik daripada teknologi teresterial, khususnya di Indonesia.
Hal ini terutama disebabkan karena kesederhanaan pengawasan serta
pemeliharaan jaringan. Pada system VSAT, hanya beberapa bagian yang
perlu diawasi secara seksama. Oleh karena itu untuk perbaikan,
pemeliharan dan penggantian dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Bagi
segolongan pelanggan, jenis jasa seperti ini, dan yang selanjutnya
didefinisikan dalam SLA (service level agreement), justru lebih penting
daripada hanya sekedar berhemat saja.
Keuntungan lainnya dari VSAT dibandingkan
dengan moda teresterial adalah sifat dari teknologi nir-kabel yang
memiliki kemampuan multicasting. Dengan VSAT, pelaksanaan pita lebar
sama sederhananya dengan penggunaan pita sempit. Faktor utamanya adalah
berkaitan dengan biaya lebar pita pada transponder, serta kualitas
keterhubungan dengan satelit (satellite link budget). Apabila
"ketersediaan" atau availability, misalnya untuk jasa Internet bagi
rumah tangga, bukan merupakan pertimbangan utama, maka penggunaan Ku
Band dapat memberikan penawaran harga yang rendah dalam kaitannya dengan
investasi dan biaya transponder. Kesederhanaan serta kemudahan
instalasi telah membuat IP-VSAT Pita Lebar sangat menjanjikan. Akan
tetapi aplikasi-aplikasinya masih sangat kurang, dan karenanya
mengindikasikan bahwa masih perlu perjalanan panjang yang harus
diltempuh.
Sumber: http://spacejournal.ohio.edu/issue8/cur_gregparl_indo.html diakses 25 Oktober 2013 20:31 WIB