KEHIDUPAN DAN KEMATIAN
Manusia harus percaya kepada Yang Suci dan terlibat didalamnya. Kalau tidak maka yang suci menyembunyikan dirinya didalam selubung yang tidak dapat dilalui yang pada hakikatnya adalah selubung jiwa-jiwa rendah manusia. Nafs menurut para sufi-yang menyelubungi inti wujud manusia yang abadi, kemudian memutuskannya dari penglihatan Yang Suci. Hidup dan kehidupan dapat menjadi sarana untuk mengingatkan kembali manusia akan kedamaian, ketenangan, dan kegembiraan melalui apa yang dia cipta dan yang dia cari sepanjang masa.
Disadari atau tidak disadari, yang hanya bisa dia dapatkan apabila mencapai suatu kesadaran tertentu tentang kesucian dan sepakat bahwa dia harus menyerahkan dirinya kepada kehendak Yang Maha Kuasa. Begitu juga dalam tasawuf, hidup dan kehidupan dipandang sebagai buah pengamatan, dan hasil sekunder ekspresi kebenaran spiritual, dari seseorang yang telah mencapai kebenaran itu dan hidup dalam keselarasan alam (thab'i mawzun), yang dirasakan oleh mereka yang juga memiliki sifat selaras seperti itu.
Hal tersebut tepat sekali karena hidup dan kehidupan merupakan buah dari visi spiritual sehingga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan intelektual dan juga merangsang adanya transformasi kimiawi dalam jiwa manusia. Pada akhirnya satu-satunya hal mendasar yang dimiliki hidup dan juga kehidupan, sebagaimana paham tradisional, adalah ruh (spirit), dan yang lainnya nafs (jiwa). Menurut istilah Islam adalah suci, karena berperan sebagai sarana untuk kembalinya manusia menuju dunia spiritual.
Namun kemungkinan ini, yakni kembali ke dunia yang lebih tinggi, tak dapat dipisahkan dari realitas, penurunan dari yang atas, karena pada dasarnya hanya yang datang dari dunia spiritual itulah yang dapat bertindak sebagai sarana kembalinya manusia ke dunia yang lebih tinggi. Oleh karena itu nafs (jiwa), suci manusia menandakan adanya keajaiban melalui nilai spiritual dalam dunia material, dari surga ke bumi.
Ia (nafs) merupakan sebuah gema dari surga untuk mengingatkan manusia di bumi ini akan tempat asalnya, Surga. Untuk memahami makna kesucian kita harus memahami pandangan tradisional mengenai realitas, baik kosmik maupun metakosmik, didalam keterbatasan manusia yang hidup dan tetap hidup di pelosok dunia. Kini dalam pandangan tradisional mengenai hidup dan kehidupan pada umumnya adalah realitas hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.
Realitas adalah multi-struktur, yakni mempunyai berbagai tingkat eksistensi. Realitas berasal dari yang esa, dan terdiri atas berbagai tingkat. Sesuai dengan kosmologi Islam dan dapat diringkas sebagai hidup dan kehidupan psikis, hidup dan kehidupan fisik (material). Manusia hidup di alam material namun sekaligus dikelilingi oleh seluruh tingkat eksistensi yang lebih tinggi diatasnya. Manusia tradisional hidup dalam kesadaran akan realitas ini sekalipun. Pengetahuan metafisik dan kosmologisnya diluar pengetahuan orang mu'min kebanyakan dan disediakan bagi elit intelektual. Karena suatu tradisi mencakup seluruh kehidupan dan aktivitas manusia, pada suatu masyarakat tradisional.
Mungkin ada sebagian yang hidup dengan menampakkan kualitas keduniawian dan masih tradisional namun tidak mungkin menunjuk contoh ikhwan kehidupan suci yang duniawi atas diri manusia.
Didalam kitab suci Al-Qur'an telah disebutkan: “Hai manusia sesungguhnya janji Allah Adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah orang yang pandai menipu memperdayakan kamu”. (Q.S. 35 : 5)
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara sesama kamu serta berbangga-bangga tentang (kecantikan-ketampanan), banyak harta, ilmu dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian dia menjadi hancur. Dan diakhirat nanti ada azab yang keras atau ampunan dari Allah serta keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan tipuan semata”. (Q.S. 57 : 20)
Makna universal dari hidup dan kehidupan manusia dalam pengertian tradisional tentu saja tanpa menghilangkan perbedaan-perbedaanya dengan kesucian jiwa dari masing-masing manusia itu sendiri. Karena aspek kesucian sudah menetap lama dalam rahiim seorang ibu yang mengandung bayinya. Hal ini pulalah yang merefleksikan prinsip-prinsip spiritual dalam cara yang tidak langsung.
Kehidupan manusia tradisional dalam seluruh aspeknya mulai dari bekerja sampai makan dan tidur, mempunyai makna spiritual, sekalipun demikian ibadah yang khusus tetap dibedakan dari irama kehidupan sehari-hari, dan lebih secara langsung memantulkan prinsip-prinsip yang mengatur seluruh kehidupan. Dengan cara yang sama kehidupan jiwa suci menjadi bagian dari kehidupan tradisional yang dipadukan dengan seluruh kehidupan manusia dan dihubungkan dengan tindakan membuat dan berbuat sesuatu, yang secara langsung dipertalikan dengan ritus-ritus dan simbol-simbol spiritual keagamaan.
Berdasarkan kenyataan ini maka kelangsungan hidup manusia dan kelangsungan hidup suatu agama ada pertalian yang amat erat sekali, sekalipun setelah struktur masyarakat tradisional semakin lemah bahkan hancur sebagaimana kita saksikan dibeberapa bagian bumi dijaman modern ini. Orang-orang bijak masa lampau mengatakan bahwa, ”hidup dan kehidupan merupakan jembatan antara dunia material dan dunia spiritual, maka tidak dapat dipisahkan dari agama tertentu“.
Kualitas yang diusahakan “tradisional” menyinggung keseluruh manifestasi suatu kehidupan tradisional yang memantulkan prinsip-prinsip spiritual kehidupan itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan yang suci terutama yang dipergunakan dalam bidang pencarian jati diri seseorang dalam mengarungi hidup fisik yang amat singkat ini, dimaksudkan untuk manifestasi tradisional. Yang secara langsung berhubungan dengan prinsip-prinsip spiritual, yaitu : “Ritus religius dan inisiatik (silsilah) serta perbuatan yang mempunyai suatu subyek yang suci walau seringkali terjadi talbisu (tipuan) dunia atas diri manusia yang larut dalam glamournya dunia.
Rasulullah Saw pernah mengatakan mengenai dunia ini: “Dunia umurnya sudah tua sekali, dan berwujud seorang nenek-nenek yang memakai gaun indah serta perhiasan emas permata yang menempel diseluruh tubuhnya”.
Jadi kesimpulannya, dunia itu semakin tua dan semakin merangsang manusia untuk berebut memilikinya dengan berbagai macam cara dan gaya. Tidakkah mereka menyadari bahwa dunia itu hanyalah tempat ujian berupa sawah ladang? Agar manusia bercocok tanam diatasnya yang pada akhirnya mereka semua akan memetik dari apa-apa yang telah ditanamnya.
Tuhan yang Maha Agung memiliki rahasia didalam hati manusia sebagaimana api dalam besi. Begitu pula halnya bagi mereka yang telah melewati tingkatan pertama dalam pengembangan dan penyempurnaan jiwa yang mengarah menuju alam ruh, akan mencapai tingkat kesempurnaan spiritual melalui suatu cara, sehingga dimensi batin dan spiritual dapat mewujud didalamnya, kemudian membawa jiwa orang yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan pendakian spiritual menuju persatuan dengan Sang Kekasih.
Jadi lebih dari itu, mereka mempunyai tiga sifat realitas batin utama. Pertama adalah penyusutan (qabdh). Dalam sifat realitas batin tertentu dari jiwa manusia harus mati, karena realitas ini berhubungan dengan kezuhudan dan kesalehan serta manifestasi atau “teofani” (tajalli), nama-nama Tuhan Yang Maha Bijaksana Lagi Maha Perkasa.
Sifat realitas batin kedua adalah perluasan (basth), yakni ada aspek jiwa manusia yang diperluas sehingga eksistensinya melampaui batas-batasnya sendiri, sehingga ia memeluk seluruh alam semesta, karena realitas batin ini diiringi kebahagiaan dan ekstase, serta merupakan manifestasi nama-nama Tuhan Yang Maha Indah lagi Maha Pengasih.
Sifat realitas batin yang ketiga adalah persatuan dengan yang maha benar (wi'shalbi al-haqq) melalui pencapaian peleburan (fana) dan kekekalan (baqa). Karena pada realitas batin ini ahli makrifat telah melewati seluruh maqamat lainnya dan ia dapat merenungkan wajah sang kekasih.
Disadari atau tidak disadari, yang hanya bisa dia dapatkan apabila mencapai suatu kesadaran tertentu tentang kesucian dan sepakat bahwa dia harus menyerahkan dirinya kepada kehendak Yang Maha Kuasa. Begitu juga dalam tasawuf, hidup dan kehidupan dipandang sebagai buah pengamatan, dan hasil sekunder ekspresi kebenaran spiritual, dari seseorang yang telah mencapai kebenaran itu dan hidup dalam keselarasan alam (thab'i mawzun), yang dirasakan oleh mereka yang juga memiliki sifat selaras seperti itu.
Hal tersebut tepat sekali karena hidup dan kehidupan merupakan buah dari visi spiritual sehingga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan intelektual dan juga merangsang adanya transformasi kimiawi dalam jiwa manusia. Pada akhirnya satu-satunya hal mendasar yang dimiliki hidup dan juga kehidupan, sebagaimana paham tradisional, adalah ruh (spirit), dan yang lainnya nafs (jiwa). Menurut istilah Islam adalah suci, karena berperan sebagai sarana untuk kembalinya manusia menuju dunia spiritual.
Namun kemungkinan ini, yakni kembali ke dunia yang lebih tinggi, tak dapat dipisahkan dari realitas, penurunan dari yang atas, karena pada dasarnya hanya yang datang dari dunia spiritual itulah yang dapat bertindak sebagai sarana kembalinya manusia ke dunia yang lebih tinggi. Oleh karena itu nafs (jiwa), suci manusia menandakan adanya keajaiban melalui nilai spiritual dalam dunia material, dari surga ke bumi.
Ia (nafs) merupakan sebuah gema dari surga untuk mengingatkan manusia di bumi ini akan tempat asalnya, Surga. Untuk memahami makna kesucian kita harus memahami pandangan tradisional mengenai realitas, baik kosmik maupun metakosmik, didalam keterbatasan manusia yang hidup dan tetap hidup di pelosok dunia. Kini dalam pandangan tradisional mengenai hidup dan kehidupan pada umumnya adalah realitas hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.
Realitas adalah multi-struktur, yakni mempunyai berbagai tingkat eksistensi. Realitas berasal dari yang esa, dan terdiri atas berbagai tingkat. Sesuai dengan kosmologi Islam dan dapat diringkas sebagai hidup dan kehidupan psikis, hidup dan kehidupan fisik (material). Manusia hidup di alam material namun sekaligus dikelilingi oleh seluruh tingkat eksistensi yang lebih tinggi diatasnya. Manusia tradisional hidup dalam kesadaran akan realitas ini sekalipun. Pengetahuan metafisik dan kosmologisnya diluar pengetahuan orang mu'min kebanyakan dan disediakan bagi elit intelektual. Karena suatu tradisi mencakup seluruh kehidupan dan aktivitas manusia, pada suatu masyarakat tradisional.
Mungkin ada sebagian yang hidup dengan menampakkan kualitas keduniawian dan masih tradisional namun tidak mungkin menunjuk contoh ikhwan kehidupan suci yang duniawi atas diri manusia.
Didalam kitab suci Al-Qur'an telah disebutkan: “Hai manusia sesungguhnya janji Allah Adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah orang yang pandai menipu memperdayakan kamu”. (Q.S. 35 : 5)
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara sesama kamu serta berbangga-bangga tentang (kecantikan-ketampanan), banyak harta, ilmu dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian dia menjadi hancur. Dan diakhirat nanti ada azab yang keras atau ampunan dari Allah serta keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan tipuan semata”. (Q.S. 57 : 20)
Makna universal dari hidup dan kehidupan manusia dalam pengertian tradisional tentu saja tanpa menghilangkan perbedaan-perbedaanya dengan kesucian jiwa dari masing-masing manusia itu sendiri. Karena aspek kesucian sudah menetap lama dalam rahiim seorang ibu yang mengandung bayinya. Hal ini pulalah yang merefleksikan prinsip-prinsip spiritual dalam cara yang tidak langsung.
Kehidupan manusia tradisional dalam seluruh aspeknya mulai dari bekerja sampai makan dan tidur, mempunyai makna spiritual, sekalipun demikian ibadah yang khusus tetap dibedakan dari irama kehidupan sehari-hari, dan lebih secara langsung memantulkan prinsip-prinsip yang mengatur seluruh kehidupan. Dengan cara yang sama kehidupan jiwa suci menjadi bagian dari kehidupan tradisional yang dipadukan dengan seluruh kehidupan manusia dan dihubungkan dengan tindakan membuat dan berbuat sesuatu, yang secara langsung dipertalikan dengan ritus-ritus dan simbol-simbol spiritual keagamaan.
Berdasarkan kenyataan ini maka kelangsungan hidup manusia dan kelangsungan hidup suatu agama ada pertalian yang amat erat sekali, sekalipun setelah struktur masyarakat tradisional semakin lemah bahkan hancur sebagaimana kita saksikan dibeberapa bagian bumi dijaman modern ini. Orang-orang bijak masa lampau mengatakan bahwa, ”hidup dan kehidupan merupakan jembatan antara dunia material dan dunia spiritual, maka tidak dapat dipisahkan dari agama tertentu“.
Kualitas yang diusahakan “tradisional” menyinggung keseluruh manifestasi suatu kehidupan tradisional yang memantulkan prinsip-prinsip spiritual kehidupan itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan yang suci terutama yang dipergunakan dalam bidang pencarian jati diri seseorang dalam mengarungi hidup fisik yang amat singkat ini, dimaksudkan untuk manifestasi tradisional. Yang secara langsung berhubungan dengan prinsip-prinsip spiritual, yaitu : “Ritus religius dan inisiatik (silsilah) serta perbuatan yang mempunyai suatu subyek yang suci walau seringkali terjadi talbisu (tipuan) dunia atas diri manusia yang larut dalam glamournya dunia.
Rasulullah Saw pernah mengatakan mengenai dunia ini: “Dunia umurnya sudah tua sekali, dan berwujud seorang nenek-nenek yang memakai gaun indah serta perhiasan emas permata yang menempel diseluruh tubuhnya”.
Jadi kesimpulannya, dunia itu semakin tua dan semakin merangsang manusia untuk berebut memilikinya dengan berbagai macam cara dan gaya. Tidakkah mereka menyadari bahwa dunia itu hanyalah tempat ujian berupa sawah ladang? Agar manusia bercocok tanam diatasnya yang pada akhirnya mereka semua akan memetik dari apa-apa yang telah ditanamnya.
Tuhan yang Maha Agung memiliki rahasia didalam hati manusia sebagaimana api dalam besi. Begitu pula halnya bagi mereka yang telah melewati tingkatan pertama dalam pengembangan dan penyempurnaan jiwa yang mengarah menuju alam ruh, akan mencapai tingkat kesempurnaan spiritual melalui suatu cara, sehingga dimensi batin dan spiritual dapat mewujud didalamnya, kemudian membawa jiwa orang yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan pendakian spiritual menuju persatuan dengan Sang Kekasih.
Jadi lebih dari itu, mereka mempunyai tiga sifat realitas batin utama. Pertama adalah penyusutan (qabdh). Dalam sifat realitas batin tertentu dari jiwa manusia harus mati, karena realitas ini berhubungan dengan kezuhudan dan kesalehan serta manifestasi atau “teofani” (tajalli), nama-nama Tuhan Yang Maha Bijaksana Lagi Maha Perkasa.
Sifat realitas batin kedua adalah perluasan (basth), yakni ada aspek jiwa manusia yang diperluas sehingga eksistensinya melampaui batas-batasnya sendiri, sehingga ia memeluk seluruh alam semesta, karena realitas batin ini diiringi kebahagiaan dan ekstase, serta merupakan manifestasi nama-nama Tuhan Yang Maha Indah lagi Maha Pengasih.
Sifat realitas batin yang ketiga adalah persatuan dengan yang maha benar (wi'shalbi al-haqq) melalui pencapaian peleburan (fana) dan kekekalan (baqa). Karena pada realitas batin ini ahli makrifat telah melewati seluruh maqamat lainnya dan ia dapat merenungkan wajah sang kekasih.
KEMATIAN FISIK
Kematian adalah keyakinan ilahiah sekaligus menjadi sumber keberadaan dan kehidupan fisik manusia yang telah usai. Kematian berasal dari karunia Tuhan dan terletak dalam salah satu bagian inti ajaran Islam. Ia merupakan sebuah kunci yang diberikan kepada manusia agar dapat menguak rahasia dibalik kematiannya sendiri, karena manusia berada diantara dua dunia kesunyian yang dalam hal tertentu berarti ganda (ambigu) dan tidak diketahuinya.
Yang pertama adalah masa sebelum lahir, dan yang kedua adalah masa setelah kematian. Kehidupan manusia berada diantara keduanya yang antara sekejap seperti tangisan sesaat yang secara tiba-tiba memecahkan kesunyian abadi sekadar untuk bersatu dengan-Nya.
Dengan bantuan doktrin dan metode spiritual, manusia mampu memahami siapa dirinya, dengan meninggalkan apa saja yang menyesatkannya untuk mengetahui hakikat dirinya. “Dalam kematian, manusia dibebaskan darinya melalui transformasi batin yang terjadi kapan dan dimanapun. “ Akibatnya dalam kerangka kehidupan normalnya dia mampu mendengar irama batin kesunyian yang kekal abadi dari seluruh makhluk dan dibalik kebisingan kehidupan sehari-har
Tidak ada komentar:
Posting Komentar