Minggu, 21 April 2013

Analisa puisi 9

Dialog Mulut dan Telinga

Hey telinga.. lihat sekitarmu
Bertieriak padamu lantangnya, berapi-api, menggebu-gebu bak cinderela kehabisan waktu
Perhatikan mereka begitu vocal, mencacimu lembut tanpa ampun
Membuatmu panas,ciut sesaat

Lihat mulut-mulut tanpa gincu meracau, lebih indah dari camar di alam bebas
Kata-kata mutiara tajam keluar dari kaum-kaum yang dibilang terdidik
Sambungan jeritan dari kesusahan dan penderitaan
Ungkapan kritis dari semua kepentingan
Entah itu sesuatu yang berkibar atau bergambar

Teruslah buat mereka berbicara wahai mulut, hingga panas mulut meracau
Semakin lantang semakin aku tuli.
Silahkan saja, bebas kau berbicara,meracau, bergaduh
Tak berarti untukku wajib mendengar.
Ini demokrasi bukan, bebas berbicara.
Analisa: Dalam tulisan ini penggunaan majas begitu jelas digunakan, hal yang aneh melihat kuping dan mulut berdialog. Dari dialog kuping dan mulut kita mendapatkan bahwa mereka yang pintar bebicara belum tentu dpt mendengar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar